Senin, 12 Desember 2016

Makalah Dasar Telekomunikasi tentang Transmisi Terresterial



MAKALAH DASAR TELEKOMUNIKASI
TRANSMISI TERRESTERIAL



Disusun Oleh:
Kelompok 5
1.     Herlina Fitri Handayani (061540351528)
2.     Kalisa
3.     Tarmidi


Dosen Pembimbing : Aryanti.ST,.M.Kom


POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya akhirnya makalah ini telah selesai disusun untuk memenuhi mata kuliah Dasar Telekomunikasi. Dalam proses penyusunan makalah ini, kami berupaya mengumpulkan informasi dari berbagai referensi, baik dari buku, maupun internet.
Semoga makalah ini dapat membantu memperluas wawasan Mahasiswa ataupun Para pembaca lainnya.  Tentu saja makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangan yang ada, kami selalu menanti saran dan kritik dari dosen pembimbing Ibu Aryanti.ST,.M.Kom  maupun pembaca agar makalah ini menjadi lebih baik lagi kedepannya.




Palembang,  April 2016



Penulis


DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................. i
Kata Pengantar ........................................................................................... ii
Daftar Isi .................................................................................................... iii

BAB I..... PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2  Rumusan masalah ................................................................. 1
1.3  Tujuan Penulisan .................................................................. 2
1.4  Manfaat Penulisan ................................................................ 2
BAB II    PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Transmisi Terresterial .......................................... 3
2.2  Pengertian Frekuensi ............................................................ 3
2.3  Jenis Frekuensi Radio ........................................................... 4
2.4  Propagasi Gelombang Radio ................................................ 6
2.5  Gelombang Mikro Nusantara ............................................. 12
BAB III   PENUTUP
3.1  Kesimpulan ......................................................................... 14
3.2  Kritik dan Saran ................................................................. 14


 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Dalam berkomunikasi dan penyampaian informasi telekomunikasi dibutuhkan saluran atau jaringan. Saluran atau jaringan tersebut disebut media transmisi.Media transmisi terbagi menjadi dua yaitu media transmisi fisik dan media transmisi non fisik.Media transmisi fisik adalah media yang dapat dilihat dan diraba secara fisik seperti jaringan atas tanah dan jaringan bawah tanah.Namun apabila jaringan terganggu, maka terganggulah seluruh hubungan telekomunikasi dan juga dalam percakapan lokal , pemanggil dan yang dipanggil bertempat tinggal di kota yang  sama.Untuk menghubungkan kedua pelanggan ini dipakai media transmisi fisik berupa jaringan lokal akses tembaga atau jaringan lokal akses fiber.
Namun pada saat sekarang apalagi dikota besar yang dewasa ini sudah memiliki gedung-gedung bertingkat ditambah lagi lalu lintas jalan raya yang semakin padat , penggunaan kedua jaringan tersebut tidak selalu memungkinkan. Maka pengelola jaringan telekomunikasi mulai mengembangan jaringan non fisik, yang dalam hal ini disebut media jaringan lokal akses radio yang merupakan media transmisi non fisik. Pada makalah ini akan dibahas salah satu media transmisi  non fisik yaitu transmisi terresterial yaitu gelombang radio yang perambatannya tidak jauh atau seakan akan sejajar dengan permukaan bumi.

1.2        Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan transmisi terresterial?
2.      Apa yang dimaksud dengan frekuensi?
3.      Apa jenis-jenis frekuensi radio?
4.      Apa macam-macam propagasi gelombang radio?
5.      Apa yang dimaksud dengan gelombang mikro nusantara?

1.3        Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui pengertian transmisi terresterial.
2.      Mengetahui pengertian frekuensi.
3.      Mengethaui jenis-jenis frekuensi radio.
4.      Mengetahui macam-macam propagasi gelombang radio.
5.      Mengetahui pengertian gelombang mikro nusantara.

1.4        Manfaat Penulisan
1.   Secara teoretis, manfaat penulisan ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan mahasiswa mengenai Transmisi Terresterial.
2.   Secara praktis , diharapkan mahasiswa dapat menerapkan pengetahuan tenttang Transmisi Terresterial ini dalam kehidupan sehari-hari.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1        Transmisi Terresterial
Terresterial berasal dari kata terra yang artinya “bumi”,  maka gelombang radio yang perambatannya tidak jauh atau seakan-akan sejajar dengan permukaan bumi disebut gelombang radio terresterial. Sedangkan perambatan gelombang radio pada transmisi satelit tidak sejajar atau tidak dekat dengan permukaan bumi, karena itu diklasifikasikan tersendiri dan dibedakan dari transmisi terresterial.
Pemakaian gelombang radio sebagai media transmisi biasanya ditentukan berdasarkan panjang gelombangnya. Jarak antara dua buah gelombang, disebut panjang gelombang. Karena itu cycle berkaitan erat dengan panjang gelombang. Semakin besar panjang gelombangnya, maka semakin kecil frekuensinya. Hal ini berdasarkan rumus:

2.2        Definsi Frekuensi
Frekuensi adalah banyaknya getaran yang melewati titik tertentu dalam suatu interval waktu yang ditentukan (biasanya dalam satu detik). Satuan frekuensi disebut cycle (siklus). Istilah kilo cycle (kc) disebut juga kilo Hertz, untuk mewakili 1000 cycle. Sedangkan istilah Megacycle (Mc) adalah 1000 kc. Sistem gelombang mikro dan satelit bekerja dalam Gigahertz (GHz).
Oleh sebab itu satuan untuk frekuensi adalah cycle per second (c/s) atau disebut juga dengan Hertz (diambil dari nama penemu gelombang elektromagnetik Heinrich Hertz, Jerman).

2.3        Jenis Frekuensi Radio
Ditinjau dari pemakaian frekuensi, maka media transmisi radio yang banyak digunakan dapat dibedakan ke dalam:
         JENIS FREKUENSI RADIO
         MIDDLE FREQUENCY – MF
         HIGH  FREQUENCY – HF
         VERY HIGH  FREQUENCY – VHF
         ULTRA HIGH  FREQUENCY – UHF
         SUPER HIGH  FREQUENCY – SHF
         EXTREMELY HIGH  FREQUENCY – EHF
 
Sedangkan besar frekeunsi untuk masing-masing jenis frekuensi radio tersebut, disebut spektrum frekuensi radio.
Karena besar frekuensinya berbeda, tentu masing-masing frekuensi itu memiliki ciri-ciri spesifik dalam pemakaiannya. Spektrum frekuensi radio yang banyak digunakan dalam sistem telekomunikasi terlihat seperti bagan dibawah ini.


               BESAR FREKUENSI
               MF : 300 – 3000 KHz
               HF : 3 -30 MHz
               VHF : 30 -300 MHz
               UHF : 300 – 3000 MHz
               SHF : 3 -30 GHz
               EHF : 30 – 300 GHz
 
Ciri-ciri spesifik penggunaan masing-masing frekuensi radio tersebut adalah:
·         MF (middle frequency) disebut radio dengan panjang gelombang sedang. Banyak digunakan dalam radio siaran swasta niaga, Amatir Radio, Orari dan sebagainya.
·         HF (high frequency), disebut sistem radio gelombang pendek yang banyak dipakai untuk hubungan ketempat-tempat yang jauh atau terpencil.  Sebelum digunakannya satelit dan peralatan untuk frekuensi lainnya, jenis frekuensi ini banyak dipakai instansi pemerintah, badan-badan swasta termasuk juga PTT (kini Telkom) untuk kepentingan hubungan telekomunikasinya. Penggunaan frekuansi HF ini sering pula disebut dengan SSB (single side band), atau radio SSB.
·         VHF dan UHF disebut sistem gelombang sangat pendek, banyak digunakan untuk keperluan hubungan jarak dekat, misalnya untuk radio kendaraan bermotor (STKB), STJJ dan sebagainya.
·         Sedangkan SHF dan EHF disebut dengan sistem gelombang mikro banyak digunakan untuk sistem gelombang mikro (Telkom) dan sistem satelit termasuk untuk penyiaran program televisi.

2.4        Propagasi Gelombang Radio
Masing-masing spektrum frekuensi mempunyai sifat perambatan (propagasi) yang berlainan serta jarak capai yang berbeda. Oleh sebab itu menentukan jenis frekuensi manakah yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan transmisi, terlebih dahulu harus ditinjau dari segi kepekaannya terhadap pengaruh keadaan cuaca (hujan dan panas, kekuatan pancar sinar matahari dan sebagainya). Dengan demikian, gelombang radio yang terbaik untuk dipakai dalam perhubungan telekomunikasi adalah gelombang radio yang menggunakan daya listrik (power consumption) yang sekecil-kecilnya, tetapi dapat mengadakan komunikasi sebaik-baiknya.
Untuk keperluan penyaluran informasi telekomunikasi, maka dalam tulisan ini kita hanya akan membicarakan sistem transmisi radio HF, VHF/UHF dan SHF/EHF saja.
a.      Sistem Radio HF
Gelombang radio HF pada umumnya dipakai untuk hubungan jarak jauh. Misalnya hubungan antar pulau. Dengan sistem ini jumlah informasi (percakapan telepon:sebagai rujukan) yang dapat disalurkan lebih dari satu. Dengan penambahan suatu alat, maka jumlah kanal atau aluran yang diperoleh bisa maksimal 4 buah. Artinya dalam sistem ini dapat dilewatkan 4 percakapan telepon sekaligus, tanpa mengganggu satu sama lain.
Sistem HF ini merupakan sistem transmisi radio yang tertua diantara sistem-sistem transmisi yang pernah ada untuk hubungan telekomunikasi umum. Sampai kini, sistem ini masih banyak digunakan untuk menghubungkan tempat-tempat terpencil, seperti daerah kepulauan yang lalulintas telekomunikasinya masih belum begitu padat.
Gelombang radio HF merambat melalui udara dan kemudian dipantulkan kembali ke bumi oleh lapisan udara yang disebut ionosfer.
Untuk hubungan dengan jarak yang tidak terlalu jauh dapat dilakukan hanya dengan satu hop. Tetapi untuk hubungan dengan jarak yang lebih jauh lagi, tentu tidak mungkin hanya dengan satu hop, tetapi harus dilakukan lebih dari satu hop. Gambar dapat dilihat dihalaman lampiran.
Penyelenggaraan Komunikasi Radio HF
Keunggulan penggunaan radio HF ini adalah daya jangkauannya yang sangat jauh. Karena itu sistem ini memerlukan daya pancar yang kuat. Untuk memperoleh daya pancar sedemikian, dibutuhkan sumber daya listrik yang banyak. Oleh sebab itulah, hubungan telekomunikasi dengan sistem HF ini tidak mungkin beroperasi selama 24 jam, seperti sistem-sistem transmisi lainnya (yang akan dijelaskan di bawah). Bila pemancar yang daya listrik dalam kilowat ini menyala secara terus menerus, tentu selain perangkat akan menjadi terlalu panas, juga informasi yang disalurkan belum tentu terisi penuh sehingga pada akhirnya akan menjadi kurang efektif, dan memendekkan usia pemancar sendiri.
Untuk mengatasi hal seperti itu, maka jam kerja perangkat harus diatur dengan jadwal tertentu. Kapan suatu hubungan dimulai dan kapan pula suatu hubungan harus dihentikan sementara. Pengaturan jam kerja pemancar dan penerima radio seperti ini disebut sked (dari skedul – schedule). Sked perhubungan antara satu stasiun dengan stasiun lainnya, diatur sedemikian rupa, sehingga pemancar dan penerima dapat beristirahat secukupnya. Misalnya antara jam 07.30 sampai 10.30 pagi, dan sorenya jam 14.00 sampai  15.00, dan seterusnya.
Sked seperti yang kita contohkan dilakukan, mengingat tempat-tempat yang akan dihubungi kebanyakan terpencil serta permintaan akan jasa telekomunikasi belum begitu banyak, seperti halnya di kota-kota besar. Setiap stasiun pemancar dan penerima harus mengetahui sked masing-masing stasiun yang ada, agar tidak keliru. Karena itu biasanya untuk mengefektifkan waktu, pemancar/penerima yang ada dipakai juga untuk hubungan ke beberapa kota lain secara bergantian.

Dengan sistem transmisi radio HF yang memiliki kemampuan salur terbatas seperti ini, jelas permintaan masyarakat akan jasa telekomunikasi sulit untuk dipenuhi dengan cepat. Karena itu pada tempat-tempat tertentu, untuk hubungan intern berbagai pihak (instansi, perusahaan-perusahaan swasta, dan sejenisnya) disarankan agar mereka menyelenggarakan telekomunikasi untuk keperluan intern mereka sendiri. Penyelenggaraan komunikasi untuk intern mereka seperti ini, haruslah seizin Ditjen Postel. Contoh beberapa pemegang izin penyelenggaraan telekomunikasi ini misalnya: Caltex, Pertamina, pengelola HPH dan sebagainya. Kondisi ini pernah kita alami pada masa-masa sebelum tahun 1976-an.
b.      Sistem Transmisi  Radio VHF/UHF
Sistem tradio VHF bekerja pada frekuensi 30-300 MHz dan untuk UHF dengan frekuensi 300-3000 MHz. Kedua sistem ini banyak digunakan untuk hubungan yang tidak terlalu jauh., dan mampu menyalurkan 24-120 saluran (kanal) percakapan telepon pada waktu yang bersamaan. Sedangkan sistem UHF dapat menyalurkan sampai 360 percakapan sekaligus.
Transmisi Radio VHF
Hubungan antara dua tempat dengan sistem VHF/UHF tidaklah seperti pada sistem HF. Karena sistem ini memerlukan letak kedua tempat itu line of sight (bisa saling bercermin). Artinya kedua tempat yang dimaksud harus saling bisa melihat sesamanya, tanpa ada penghalang. Perambatan gelombang radio VHF/UHF ini tidaklah dipantulkan oleh lapisan ionosfer, tetapi tetap diteruskan.
Berhubung sistem ini  mempunyai kapasitas salur (kanal) yang cukup besar, maka sistem VHF/UHF ini banyak digunakan sebagai perangkat sirkit sewa (leased channel). Jarak hubungan yang dapat dicapai oleh sistem ini antara 50 sampai 100 km untuk satu hop.
Penggunaan secara umum, yaitu:
Sub bagian tertentu dari pita VHF memiliki penggunaan yang sama di seluruh dunia. Beberapa negara menggunakan rincian seperti di bawah ini.
·         108–118 MHz: navigasi udara beacon VOR dan lokalisasi Instrument Landing System.
·         118–137 MHz: Airband untuk kontrol lalu lintas udaraAM, 121.5 MHz frekuensi darurat.
Contoh pemakaian transmisi radio VHF antara lain adalah:
·         STKB, baik konvensional maupun seluler.
·         STJJ, Sistem STJJ merupakan sambungan telepon melalui radio sebagai media transmisinya. Sambungan jenis ini biasanya digunakan untuk memenuhi permintaan calon pelanggan telekomunikasi yang lokasinya sukar dicapai dengan saluran fisik. Umumnya mereka berada di luar batas wilayah lokal.
·         Sistem Transmisi Radio Pedesaan (rural). Sistem ini menghubungkan para pelanggan yang berada di daerah terpencil dari sentral telekomunikasi. Bagan sederhana hubungan radio rural terlihat di bawah:
·         Sistem Transmisi Radio Remote. Sistem jenis ini digunakan untuk menghubungkan sentral-sentral di daerah terpencil atau yang lalulintas telekomunikasinya masih terbatas. Banyak digunakan untuk menghubungkan sentral induk dengan sentral cabang yang letaknya masih dalam jangkauan frekuensi VHF.

Transmisi Radio UHF
Sistem transmisi radio UHF mempunyai kapasitas alur yang lebih besar dibandingkan VHF. Di negara kita sistem ini misalnya dipakai untuk menghubungkan kota Surabaya dengan Banjarmasin (Kalimantan) melalui jalur troposcatter (hambur tropo).
Disebut troposcatter, karena pancaran gelombangnya dipantulkan oleh lapisan troposfer (lapisan terbawah dari atmosfer kita). Konfigurasi bagan transmisi UHF hampir sama dengan VHF, cuma jenis antean yang digunakan adalah parabola. Jaringan hambur tropo ini menghubungkan beberapa kota dipulau Jawa dengan Kalimantan. Dari Banjarmasin jalur hambur tropo ini diteruskan dengan sistem gelombang mikro setempat.
Penggunaan:
UHF dan VHF adalah pita frekuensi yang paling umum digunakan untuk transmisi sinyal televisi. Selain untuk siaran televisi, pita UHF juga bisa digunakan untuk hal-hal lain, yaitu:
·         Telepon seluler yang mampu mengirim dan menerima dalam spektrum UHF.
·         UHF banyak digunakan oleh badan-badan pelayanan publik untuk komunikasi radio dua arah, biasanya menggunakan modulasi frekuensi narrowband. Modem radionarrowband menggunakan frekuensi UHF untuk komunikasi data jarak jauh misalnya untuk pengawasan dan pengendalian jaringan distribusi tenaga listrik.
·         Siaran radio.
·         Operator radio amatir.
·         Global Positioning System.
·         Mendeteksi luahan parsial. Luahan parsial terjadi karena geometri tajam diciptakan dalam peralatan berisolasi tegangan tinggi. Keuntungan deteksi UHF adalah dapat digunakan untuk melokalisasi sumber pembuangannya. Sedangkan kelemahannya adalah sangat sensitif terhadap kebisingan eksternal. Metode pendeteksian UHF ini mulai digunakan untuk transformator distribusi yang besar, terutama untuk Wi-Fi, Bluetooth dan transfer energi nirkabel lainnya.
·         Beberapa identifikasi frekuensi radio menggunakan UHF yang umumnya dikenal sebagai UHFID atau Ultra-HighFID (Ultra-High Frequency Identification). Contoh sederhananya dan yang sering kita lihat adalah alat bertenaga baterai kecil seperti yang digunakan untuk membuka pintu mobil dari jarak jauh.
·         Semua frekuensi dalam pita UHF digunakan untuk menembus radar, serta frekuensi pada pita VHF. Umumnya, semakin rendah frekuensi, semakin besar kedalaman penetrasi sinyal radar. Frekuensi 250 Mhz, 500 MHz dan 100 MHz biasanya digunakan untuk geofisika arkeologi, sedangkan frekuensi di bawah 100 MHz digunakan untuk geofisika geologi dan pertambangan.

c.       Sistem Transmisi Gelombang Mikro (SHF)
Permintaan masyarakat terhadap jasa telekomunikasi semakin meningkat. Kebutuhan tersebut tidak mungkin dapat ditampung oleh sistem transmisi radio HF, atau VHF/UHV saja. Hal tersebut mendorong digunakannya sistem gelombang mikro (microwave). Gelombang mikro terjemahan dari micro = kecil, wave = gelombang. Sehingga microwave berarti pelaksanaan hubungan telekomunikasi dengan menggunakan media transmisi radio gelombang pendek. Disebut pendek, karena memang panjang gelombangnya hanya dalam satuan sentimeter saja.
Transmisi gelombang mikro mempunyai daya jangkau yang pendek dibandingkan dengan sistem HF. Oleh karena itu bila sistem ini digunakan untuk hubungan jarak jauh, diperlukan banyak stasiun repeater (pengulang). Pada umumnya setiap jarak 50 sampai 70 km dibangun stasiun repeater yang berfungsi menerima sinyal, memperkuatnya dan kemudian memancarkannya kembali dalam bentuk yang lebih kuat ke stasiun repeater berikutnya.
Stasiun-stasiun repeater inilah yang berperan untuk memperkuat sinyal percakapan secara berulang-ulang (stasiun demi stasiun) sampai pada terminal akhir di kota tujuan.
Jarak antara stasiun terminal kirim dengan terminal terima atau tujuan kadang-kadang beratus-ratus kilometer. Sehingga banyak diperlukan stasiun repeater. Contoh: Terminal gelombang mikro Jakarta dengan terminal gelombang mikro Medan, menyusuri hutan belantara Sumatera, jaraknya sekitar 2300 kilometer. Karena jarak yang demikian jauh, makan antara kedua kota itu diperlukan bangunan repeater sebanyak 56 buah.
Sistem gelombang mikro termasuk sistem transmisi terresterial, karena sistem ini amat terikat pada bumi. Rute stasiun-stasiunnya memang seolah-olah merangkak dipermukaan bumi sepanjang jalur yang ditempuhnya dalam mengantarkan pesan informasi yang dibawanya dari satu kota ke kota lainnya.
Pada transmisi radio gelombang mikro pancaran gelombangnya tidak langsung seperti pada sistem transmisi HF, tetapi singgah-singgah (estafet) pada beberapa buah stasiun repeater. Stasiun ini berfungsi untuk memperkuat dan meneruskan sinyal informasi terus menerus secara berulang-ulang stasiun demi stasiun. Oleh sebab itulah mutu percakapan telepon melalui sistem transmisi gelombang mikro demikian sangat andal, tak ubahnya seperti berbicara dengan lawan di sebelah ruangan saja, padahal jaraknya sudah beribu-ribu kilometer.

2.5        Gelombang Mikro Nusantara
Negara kita terletak dipersimpangan jalan antara dua buah benua (Asia san Australia) dan diantara dua samudera (Indonesia dan Pasifik). Indonesia terdiri dari 13.667 buah pulau besar dan kecil, yang jaraknya mencapai ribuan kilometer. Untuk melayani kebutuhan jasa telekomunikasi diperlukan jaringan transmisi yang dapat diandalkan. Untuk itulah di negara kita terdapat tiga gugus sistem transmisi gelombang mikro yang menghubungkan pulau-pulau besar Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Kalimantan secara sambung bersambung.
MICROWAVE  TRANS SUMATERA
BESAR FREKUENSI
        

MICROWAVE JAWA-BALI
MICROWAVE INDONESIA TIMUR
 




Gambar 2.5.1 Sub-sub sistem GM Nusantara
Jaringan gelombang mikro yang menghubungkan pulau-pulau besar tersebut disebut Sistem Gelombang Mikro Nusantara. Ia meliputi:
a.       Gelombang mikro Trans Sumatera;
b.      Gelombang mikro Jawa-Bali;
c.       Gelombang mikro Indonesia Bagian Timur.
Dengan adanya sistem gelombang mikro Nusantara ini maka jaringan telekomunikasi telah dapat memperpendek jarak antara tempat-tempat di Nusantara ini. Dengan adanya jaringan telekomunikasi demikian, memungkinkan pula dilakukannya percakapan telepon secara langsung otomatis atau SLJJ.




BAB III
PENUTUP

3.1      Kesimpulan
Media transmisi non fisik adalah media yang menhubungkan antara pengirim dan penerima informasi (data ) menggunakan gelombang yang dikirimkan sebagai medianya, karena jarak yang jauh, maka data terlebih dahulu diubah menjadi kode/isyarat, dan isyarat inilah yang akan dimanipulasi dengan berbagai macam cara untuk diubah kembali menjadi data.
Salah satu media transmisi non fisik adalah gelombang radio terresterial.  Pemakaian gelombang radio sebagi media transmisi biasanya ditentukan berdasarkan panjang gelombang. Di dalam media transmisi terresterial terdapat jenis frekuensi radio antara lain MF,HF,VHF,UHF,SHF,dan EHF. Adapun ciri-ciri dari transmisi terresterial yaitu tidak mengikuti lenturan permukaan bumi(garis-pandangan) dan unidirectional.

3.2     Kritik dan saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan lebih details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat berguna bagi kami.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar