Menerima Jasa Translate Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Contact : email ke herlinafitri16@gmail.com
Herlina Fitri Handayani
Young Engineer.
Senin, 09 Januari 2017
Senin, 19 Desember 2016
K-MAP (KARNAUGH MAP)
K-MAP ( (KARNAUGH MAP)
Karnaugh Map atau yang biasanya disebut dengan
K-Map adalah suatu teknik penyederhanaan fungsi logika dengan cara pemetaan.
K-Map terdiri dari kotak-kotak yang jumlahnya terdiri dari jumlah variable dan
fungsi logika atau jumlah inputan dari rangkaian logika yang sedang kita
hitung.
Rumus
untuk menentukan jumlah kotak pada K-Map adalah 2n n adalah
banyaknya variabel / inputan.Langkah – langkah pemetaan K-Map secara umum :
·
Menyusun aljabar Boolean terlebih dahulu
·
Menggambar rangkaian digital
·
Membuat Table Kebenarannya
·
Merumuskan Tabel Kebenarannya
·
Lalu memasukkan rumus Tabel Kebenaran ke K-Map (Kotak-kotak).
Catatan : Bar = ‘
Tabel dari K-Map 2 variabel adalah seperti dibawah ini
Contoh Soal
H = AB + A’B+AB’
Maka cara pengerjaanya seperti dibawah ini
Bar / ‘ biasanya ditulis kedalam angka 0 sedangkan angka 1 adalah tanpa Bar / ‘
Dan dapat dipermudah lagi menjadi dibawah ini
Yang dapat disederhanakan dalam K-Map hanya 2 / kelipatan 2 dari kotak yang berdempetan dan sedangkan jika seperti kotak diatas maka penyderhanaannya
Yaitu terletak pada kotak 01 + 11 dan 10 + 11 yaitu cara penyederhanaan dengan cara menulis angka yang sama (1 lingkaran) dan menerjemahkannya kedalam bentuk huruf seperti A dan B.
Caranya :
01
11
1 yang sama adalah angka 1 yang dibelakang jadi jika letaknya dibelakang (kedua) adalah B (B diambil dari tabel K-Map Diatas ) jika yang sama angka 0 pada urutan kedua adalah B’ diatas sudah disebutkan bahwa angka 0 = Bar/’
10
11
1 yang sama adalah angka 1 yang didepan jadi jika letaknya didepan (pertama) adalah A (A diambil dari tabel K-Map Diatas) jika yang sama angka 0 pada urutan kedua adalah A’ diatas sudah disebutkan bahwa angka 0 = Bar/’
Jadi kesimpulan dari contoh diatas adalah dari rumus :
H = AB + A’B + AB’ dapat disederhanakan menggunakan K-Map menjadi
BA / AB (boleh dibalik menurut abjad tetapi harus 1 teman atau tidak dapat dibalik dengan huruf yang dipisahkan dengan penjumlahan atau pengurangan).
Penyederhanaan Tiga Variabel
Catatan : Bar = ‘
Tabel dari K-Map 3 variabel adalah seperti dibawah ini
Contoh Soal
H = ABC + A’BC+A’B’C+AB’C
Maka cara pengerjaanya seperti dibawah ini
Bar / ‘ biasanya ditulis kedalam angka 0 sedangkan angka 1 adalah tanpa Bar / ‘
Dan dapat dipermudah lagi menjadi dibawah ini
Yang dapat disederhanakan dalam K-Map hanya 2 / kelipatan 2 dari kotak yang berdempetan dan sedangkan jika seperti kotak diatas maka penyderhanaannya
Cara diatas adalah langsung mesederhanakan 4 kotak, sebenarnya dapat disederhanakan menjadi 2 kotak 2 kotak tetapi terlalu lama dan kita hanya menyingkat waktu saja menjadi 4 kotak langsung, terletak pada kotak 001 + 011+101 +111 yaitu cara penyederhanaan dengan cara menulis angka yang sama (1 lingkaran) dan menerjemahkannya kedalam bentuk huruf seperti A, B, C.
Caranya :
011
011
101
111
1 yang sama adalah angka 1 yang dibelakang jadi jika letaknya dibelakang (keempat) adalah C (C diambil dari tabel K-Map Diatas ). Jika yang sama angka 0 pada urutan keempat adalah C’ diatas sudah disebutkan bahwa angka 0 = Bar/’
Jadi kesimpulan dari contoh diatas adalah dari rumus :
H = ABC + A’BC+A’B’C+AB’C dapat disederhanakan menggunakan K-Map menjadi C.
Penyederhanaan 4 variabel
Catatan : Bar = ‘
Tabel dari K-Map 4 variabel adalah seperti dibawah ini
Contoh Soal
H = ABCD + ABCD’+AB’CD+ABC’D’
Maka cara pengerjaanya seperti dibawah ini
Bar / ‘ biasanya ditulis kedalam angka 0 sedangkan angka 1 adalah tanpa Bar / ‘
Dan dapat dipermudah lagi menjadi dibawah ini
Yang dapat disederhanakan dalam K-Map hanya 2 / kelipatan 2 dari kotak yang berdempetan dan sedangkan jika seperti kotak diatas maka penyderhanaannya
Yaitu terletak pada kotak 1111 + 1011 dan 1111 + 1110 dan 1110 + 1100. Cara diatas menyederhanakannya dapat dari sisi paling kanan dengan sisi paling kiri dalam 1 baris.
Cara penyederhanaan dengan cara menulis angka yang sama (1 lingkaran) dan menerjemahkannya kedalam bentuk huruf seperti A, B, C, D.
Caranya :
1111
1011
1 11 yang sama adalah angka 1 yang pertama, ketiga, dan keempat adalah A, C, dan D (A, C, dan D diambil dari tabel K-Map Diatas ) jika yang sama angka 0 pada urutan kedua adalah A’ dst diatas sudah disebutkan bahwa angka 0 = Bar/’
1111
1110
111 yang sama adalah angka 1 yang pertama, kedua, dan ketiga adalah A, B, C (A, B, C diambil dari tabel K-Map Diatas) jika yang sama angka 0 pada urutan kedua adalah A’ dst diatas sudah disebutkan bahwa angka 0 = Bar/’
1110
1100
11 yang sama adalah angka 1 yang pertama dan kedua adalah A dan B (A dan B diambil dari tabel K-Map Diatas) jika yang sama angka 0 pada urutan kedua adalah A’ dst diatas sudah disebutkan bahwa angka 0 = Bar/’
Jadi kesimpulan dari contoh diatas adalah dari rumus :
H = AB + A’B + AB’ dapat disederhanakan menggunakan K-Map menjadi
ACD + ABC + AB (boleh dibalik menurut abjad tetapi harus 1 teman atau tidak dapat dibalik dengan huruf yang dipisahkan dengan penjumlahan atau pengurangan).
FLIP-FLOP
FLIP-FLOP
Gerbang
adalah elemen pembuatan keputusan. Pada bab yang lalu telah kita bahas
penggunaannya dalam proses penjumlahan dan pengurangan bilangan biner. Akan
tetapi, elemen-elemen pembuatan keputusan ini belumlah cukup. Sebuah komputer
juga membutuhkan elemen-elemen memori, yaitu piranti-piranti yang dapat
menyimpan data biner. Dalam bab ini akan dikaji elemen-elemen memori yang
disebut flip-flop.
1. PENAHANAN-PENAHAN
RS
Flp-flop
adalah piranti yang memiliki dua keadaan stabil. Piranti ini akan tetap
bertahan pada salah satu dari dua keadaan itu sampai adanya pemicu yang
membuatnya berganti keadaan. Dalam pasal ini akan dibahas satu dari flip-flop
yang paling sederhana, yaitu penahan RS ( RS Latch).
Penahan Transistor
Dalam
gambar 1-1a, setiap kolektor menggerakan basis yang berseberangan melalui
sebuah resistor 100 kΩ. Pada rangkaian seperti ini, satu diantara transistor
itu mengalami kejenuhan dan yang lain dalam keadaan terpancung (cutoff).
Misalnya
transistor sebelah kanan yang jenuh, maka tegangan kolektornya akan mendekati 0
V. Ini berarti tidak ada masukkan penggerak bagi basis transistor sebelah kiri.
Akibatnya transistor tesebut terpancung dari tegangan kolektornya mendekati
harga +5V. Nilai tegangan ini menghasilkan arus basis yang cukup besar pada
basis transistor sebelah kanan untuk mempertahankan keadaan jenuhnya. Jadi,
seluruh rangkaian ditahan (latched) pada keadaan dengan transistor sebelah kiri
terpancung (diberi bayangan gelap) dan transistor sebelah kanan dalam keadaan
jenuh. Titik Q bertegangan kurang lebih 0 V dalam keadaan ini.
Uraian
serupa berlaku jika transistor sebelah kiri yang jenuh, dan transistor sebelah
kanan dalam keadaan terpancung. Gambar 1-1b menjelaskan kasus tersebut.
Tegangan titik Q tetap mendekati 5 V dalam kasus ini.
Keluaran
Q dapat merupakan keadaan rendah atau tinggi, yang berarti biner 0 atau 1.
Keadaan tertahan yang ditunjukkan oleh Gambar 1-1a berarti rangkaian sedang
menyimpan biner 0 sebab
Q
= 0
Di
pihak lain, bila rangkaian tertahan sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 1-1b,
maka ini berarti rangkaian sedang menyimpan biner 1, sebab
Q
= 1
Masukan-masukan Kendali
Untuk
mengendalikan bit yang tersimpan di dalam penahan, kita dapat menambahkan
masukan seperti tampak pada Gambar 1-1c. Masukan kendali ini bisa rendah (0V)
atau tingi (+5V). Masukan set yang tinggi yaitu S, akan menyebabkan transistor
menjadi jenuh. Begitu keadaan tersebut tercapai, maka seluruh rangkaian akan
bertahan pada keadaan itu dan,
Q
= 1
Sekali
keadaan ini terpasang (set), keluaran rangkaian akan tetap bertahan pada 1
bahkan sekalipun masukan S telah kembali ke 0 V.
Gambar
1-1. (a) keadaan tertahan; (b) keadaan alternatif (c) masukan-masukan pemicu
Masukan
reset R yang tinggi akan mendorong transistor kanan ke dalam kejenuhan.
Bilamana hal itu terjadi, rangkaian akan
bertahan pada keadaaan tersebut dan
Q
= 0
Keluaran
tetap bertahan pada keadaan 0, sekalipun masukan R telah kembali ke 0V.
Pada
Gambar 1-1c, keluaran Q mengungkapkan nilai bit yang disimpan. Keluaran yang
bersifat komplemen Q dapat dipasang pada kolektor transistor sebelah kiri.
Keluaran ini bisa digunakan maupun tidak, tergantung pada pemakaiannya.
Tabel Tabel Kebenaran (Logika)
Tabel
1-1 menyajikan rangkuman operasi dari penahan transistor. Bila kedua masukan
kendali merupakan keadaan rendah, maka tidak ada perubahan yang terjadi pada
keluaran dan rangkaian bertahan pada keadaan semula. Keadaan ini disebut
keadaan tak-aktif (inactive state), karena tidak ada perubahan.
Tabel
1.1 Penahan Transistor
R S
|
Q
Komentar
|
0 0
0 1
1 0
1 1
|
NC Tidak berubah
1
Set
0
Reset
* Pacu (Race)
|
Jika
R rendah dan S tinggi, rangkaian dala keluaran “set “ dan keluaran Q menjadi
tinggi di pihak lain, jika R tinggi dan S rendah, keluaran Q dikembalikan
(reset) pada keadaan rendah.
Keadaan Pacu
Perhatikan
isian kolom pada tabel 1.1. Masukan R dan S
tinggi keduanya. Ini disebut keadaan pacu atau keadaan lomba (race
condition). Keadaan ini tidak pernah dipakai karena dapat menimbukan operasi
yang tidak dapat diramalkan.
Tabel
1-2 Penahan Nor
R S
|
Q
Komentar
|
0 0
0 1
1 0
1 1
|
NC Tidak berubah
1
Set
0
Reset
* Pacu (Race)
|
Dalam
keadaan berpacu, masukan-masukan kendali dalam keadaan tinggi, dengan ini kedua
transistor menjadi jenuh. Jika masukan R dan S kembali pada keadaan rendah
kedua transistor akan berusaha meninggalkan keadaan jenuh. Disini terjadi “adu
cepat” (perlombaan/pacuan) antara 2 transistor untuk meninggalkan daerah
kejenuhan. Transistor yang lebih cepat yang memiliki waktu tunda kejenuhan yang
lebih singkat akan memenangkan pacuan tersebut dan menahan rangkaian. Jika transistor
yang lebih cepat adalah transistor sebelah kiri dalam gambar 1-1c, keluaran Q
akan menjadi rendah. Bila transistor yang lebih cepat ada disebelah kanan,
keluaran Q akan menjadi tinggi. Dalam suatu proses produksi masal, kedua
transistor memiliki kemungkinan yang sama sebagai transistor yang lebih cepat. Karena
itu keluaran Q tidak dapat diramalkan. Itulah sebabnya mengapa keadaan pacu
harus dihindarkan.
Cara mengenali keadaan pacu sebagai
berikut. Bila perubahan serentak dari masukan-masukan suatu elemen memori
memberikan keluaran yang tak dapat diramalkan, maka ini berarti kita menjumpai
suatu keadaan pacu. Pada penahan transistor, R = 1 dan S = 1 merupakan keadaan
pacuan, sebab kembalinya R dan S secara serentak menuju ke 0 mendorong Q
memasuki keadaan rambang.
Mulai kini tanda “asterisk” (*) dalam
tabel kebenaran (lihat tabel 1-1) akan menunjukkan keadaan pacu, kadang-kadang
disebut pula keadaan terlarang atau keadaan cacat
Theorema Aljabar Boolean
Theorema Aljabar Boolean
T1: Commutative Law
a. A + B = B + A
b. A . B = B . A
T2: Associative Law
a. ( A + B ) + C = A + ( B + C )
b. ( A . B ) . C = A . ( B . C )
T3: Distributive Law
a. A . ( B + C ) = A . B + A . C
b. A + ( B . C ) = ( A + B ) . ( A + C )
T4: Identity Law
a. A + A = A
b. A . A = A
T5: Negation Law
1. ( A’ ) = A’
2. ( A’ )’ = A
T6: Redundant Law
a. A + A . B = A
b. A . ( A + B ) = A
T7: Identity law
a. 0 + A = A
b. 1 . A = A
c. 1 + A = 1
d. 0 . A = 0
T8: Negation law
a. A’ + A = 1
b. A’ . A = 0
T9: Redundace law
a. A + A’ . B = A + B
b. A . ( A’ + B ) = A . B
T10: De Morgan’s Theorem
a. (A+B)’ = A’ . B’
b. (A . B)’= A’ + B’
Senin, 12 Desember 2016
Makalah Dasar Telekomunikasi tentang Transmisi Terresterial
MAKALAH DASAR TELEKOMUNIKASI
TRANSMISI
TERRESTERIAL
Disusun Oleh:
Kelompok 5
1.
Herlina Fitri
Handayani (061540351528)
2.
Kalisa
3.
Tarmidi
Dosen
Pembimbing : Aryanti.ST,.M.Kom
POLITEKNIK
NEGERI SRIWIJAYA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena berkat rahmat-Nya akhirnya makalah ini telah selesai disusun untuk memenuhi
mata kuliah Dasar Telekomunikasi. Dalam proses penyusunan makalah ini, kami
berupaya mengumpulkan informasi dari berbagai referensi, baik dari buku, maupun
internet.
Semoga makalah ini dapat membantu memperluas wawasan
Mahasiswa ataupun Para pembaca lainnya. Tentu saja makalah ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangan yang
ada, kami selalu menanti saran dan kritik dari dosen pembimbing Ibu
Aryanti.ST,.M.Kom maupun pembaca agar
makalah ini menjadi lebih baik lagi kedepannya.
Palembang,
April 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman Judul ............................................................................................. i
Kata Pengantar ........................................................................................... ii
Daftar Isi .................................................................................................... iii
BAB
I..... PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Transmisi Terresterial
.......................................... 3
2.2 Pengertian Frekuensi ............................................................ 3
2.3 Jenis Frekuensi Radio ........................................................... 4
2.4 Propagasi Gelombang Radio ................................................ 6
2.5 Gelombang Mikro Nusantara ............................................. 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ......................................................................... 14
3.2 Kritik dan Saran ................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam berkomunikasi dan
penyampaian informasi telekomunikasi dibutuhkan saluran atau jaringan. Saluran
atau jaringan tersebut disebut media transmisi.Media transmisi terbagi menjadi
dua yaitu media transmisi fisik dan media transmisi non fisik.Media transmisi
fisik adalah media yang dapat dilihat dan diraba secara fisik seperti jaringan
atas tanah dan jaringan bawah tanah.Namun apabila jaringan terganggu, maka
terganggulah seluruh hubungan telekomunikasi dan juga dalam percakapan lokal ,
pemanggil dan yang dipanggil bertempat tinggal di kota yang sama.Untuk menghubungkan kedua pelanggan ini
dipakai media transmisi fisik berupa jaringan lokal akses tembaga atau jaringan
lokal akses fiber.
Namun
pada saat sekarang apalagi dikota besar yang dewasa ini sudah memiliki
gedung-gedung bertingkat ditambah lagi lalu lintas jalan raya yang semakin
padat , penggunaan kedua jaringan tersebut tidak selalu memungkinkan. Maka
pengelola jaringan telekomunikasi mulai mengembangan jaringan non fisik, yang
dalam hal ini disebut media jaringan lokal akses radio yang merupakan media
transmisi non fisik. Pada makalah ini akan dibahas salah satu media
transmisi non fisik yaitu transmisi
terresterial yaitu gelombang radio yang perambatannya tidak jauh atau seakan
akan sejajar dengan permukaan bumi.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan transmisi terresterial?
2. Apa
yang dimaksud dengan frekuensi?
3. Apa
jenis-jenis frekuensi radio?
4. Apa
macam-macam propagasi gelombang radio?
5. Apa
yang dimaksud dengan gelombang mikro nusantara?
1.3
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
pengertian transmisi terresterial.
2. Mengetahui
pengertian frekuensi.
3. Mengethaui
jenis-jenis frekuensi radio.
4. Mengetahui
macam-macam propagasi gelombang radio.
5. Mengetahui
pengertian gelombang mikro nusantara.
1.4
Manfaat
Penulisan
1.
Secara teoretis,
manfaat penulisan ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan mahasiswa
mengenai Transmisi Terresterial.
2.
Secara praktis ,
diharapkan mahasiswa dapat menerapkan pengetahuan tenttang Transmisi
Terresterial ini dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Transmisi
Terresterial
Terresterial berasal
dari kata terra yang artinya “bumi”, maka
gelombang radio yang perambatannya tidak jauh atau seakan-akan sejajar dengan
permukaan bumi disebut gelombang radio terresterial. Sedangkan perambatan
gelombang radio pada transmisi satelit tidak sejajar atau tidak dekat dengan
permukaan bumi, karena itu diklasifikasikan tersendiri dan dibedakan dari
transmisi terresterial.
Pemakaian gelombang
radio sebagai media transmisi biasanya ditentukan berdasarkan panjang
gelombangnya. Jarak antara dua buah gelombang, disebut panjang gelombang.
Karena itu cycle berkaitan erat dengan panjang gelombang. Semakin besar panjang
gelombangnya, maka semakin kecil frekuensinya. Hal ini berdasarkan rumus:
2.2
Definsi
Frekuensi
Frekuensi adalah
banyaknya getaran yang melewati titik tertentu dalam suatu interval waktu yang
ditentukan (biasanya dalam satu detik). Satuan frekuensi disebut cycle (siklus). Istilah kilo cycle (kc)
disebut juga kilo Hertz, untuk mewakili 1000 cycle. Sedangkan istilah Megacycle
(Mc) adalah 1000 kc. Sistem gelombang mikro dan satelit bekerja dalam Gigahertz
(GHz).
Oleh sebab itu satuan
untuk frekuensi adalah cycle per second (c/s) atau disebut juga dengan Hertz
(diambil dari nama penemu gelombang elektromagnetik Heinrich Hertz, Jerman).
2.3
Jenis
Frekuensi Radio
Ditinjau dari pemakaian
frekuensi, maka media transmisi radio yang banyak digunakan dapat dibedakan ke
dalam:
JENIS FREKUENSI RADIO
|
MIDDLE FREQUENCY – MF
|
HIGH FREQUENCY – HF
|
VERY HIGH FREQUENCY – VHF
|
ULTRA HIGH FREQUENCY – UHF
|
SUPER HIGH FREQUENCY – SHF
|
EXTREMELY HIGH FREQUENCY – EHF
|
Sedangkan
besar frekeunsi untuk masing-masing jenis frekuensi radio tersebut, disebut
spektrum frekuensi radio.
Karena
besar frekuensinya berbeda, tentu masing-masing frekuensi itu memiliki
ciri-ciri spesifik dalam pemakaiannya. Spektrum frekuensi radio yang banyak
digunakan dalam sistem telekomunikasi terlihat seperti bagan dibawah ini.
BESAR
FREKUENSI
|
MF : 300 – 3000 KHz
|
HF : 3 -30 MHz
|
VHF : 30 -300 MHz
|
UHF : 300 – 3000 MHz
|
SHF : 3 -30 GHz
|
EHF : 30 – 300 GHz
|
Ciri-ciri spesifik penggunaan masing-masing frekuensi radio tersebut
adalah:
·
MF (middle frequency) disebut radio dengan
panjang gelombang sedang. Banyak digunakan dalam radio siaran swasta niaga,
Amatir Radio, Orari dan sebagainya.
·
HF (high frequency), disebut sistem radio
gelombang pendek yang banyak dipakai untuk hubungan ketempat-tempat yang jauh
atau terpencil. Sebelum digunakannya
satelit dan peralatan untuk frekuensi lainnya, jenis frekuensi ini banyak
dipakai instansi pemerintah, badan-badan swasta termasuk juga PTT (kini Telkom)
untuk kepentingan hubungan telekomunikasinya. Penggunaan frekuansi HF ini
sering pula disebut dengan SSB (single
side band), atau radio SSB.
·
VHF dan UHF disebut
sistem gelombang sangat pendek, banyak digunakan untuk keperluan hubungan jarak
dekat, misalnya untuk radio kendaraan bermotor (STKB), STJJ dan sebagainya.
·
Sedangkan SHF dan EHF
disebut dengan sistem gelombang mikro banyak digunakan untuk sistem gelombang
mikro (Telkom) dan sistem satelit termasuk untuk penyiaran program televisi.
2.4
Propagasi
Gelombang Radio
Masing-masing
spektrum frekuensi mempunyai sifat perambatan (propagasi) yang berlainan serta
jarak capai yang berbeda. Oleh sebab itu menentukan jenis frekuensi manakah
yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan transmisi, terlebih dahulu harus
ditinjau dari segi kepekaannya terhadap pengaruh keadaan cuaca (hujan dan
panas, kekuatan pancar sinar matahari dan sebagainya). Dengan demikian,
gelombang radio yang terbaik untuk dipakai dalam perhubungan telekomunikasi
adalah gelombang radio yang menggunakan daya listrik (power consumption) yang sekecil-kecilnya, tetapi dapat mengadakan
komunikasi sebaik-baiknya.
Untuk
keperluan penyaluran informasi telekomunikasi, maka dalam tulisan ini kita
hanya akan membicarakan sistem transmisi radio HF, VHF/UHF dan SHF/EHF saja.
a. Sistem Radio HF
Gelombang
radio HF pada umumnya dipakai untuk hubungan jarak jauh. Misalnya hubungan
antar pulau. Dengan sistem ini jumlah informasi (percakapan telepon:sebagai
rujukan) yang dapat disalurkan lebih dari satu. Dengan penambahan suatu alat,
maka jumlah kanal atau aluran yang diperoleh bisa maksimal 4 buah. Artinya
dalam sistem ini dapat dilewatkan 4 percakapan telepon sekaligus, tanpa
mengganggu satu sama lain.
Sistem
HF ini merupakan sistem transmisi radio yang tertua diantara sistem-sistem
transmisi yang pernah ada untuk hubungan telekomunikasi umum. Sampai kini,
sistem ini masih banyak digunakan untuk menghubungkan tempat-tempat terpencil,
seperti daerah kepulauan yang lalulintas telekomunikasinya masih belum begitu
padat.
Gelombang
radio HF merambat melalui udara dan kemudian dipantulkan kembali ke bumi oleh
lapisan udara yang disebut ionosfer.
Untuk
hubungan dengan jarak yang tidak terlalu jauh dapat dilakukan hanya dengan satu
hop. Tetapi untuk hubungan dengan jarak yang lebih jauh lagi, tentu tidak
mungkin hanya dengan satu hop, tetapi harus dilakukan lebih dari satu hop.
Gambar dapat dilihat dihalaman lampiran.
Penyelenggaraan
Komunikasi Radio HF
Keunggulan
penggunaan radio HF ini adalah daya jangkauannya yang sangat jauh. Karena itu
sistem ini memerlukan daya pancar yang kuat. Untuk memperoleh daya pancar
sedemikian, dibutuhkan sumber daya listrik yang banyak. Oleh sebab itulah,
hubungan telekomunikasi dengan sistem HF ini tidak mungkin beroperasi selama 24
jam, seperti sistem-sistem transmisi lainnya (yang akan dijelaskan di bawah).
Bila pemancar yang daya listrik dalam kilowat ini menyala secara terus menerus,
tentu selain perangkat akan menjadi terlalu panas, juga informasi yang
disalurkan belum tentu terisi penuh sehingga pada akhirnya akan menjadi kurang
efektif, dan memendekkan usia pemancar sendiri.
Untuk
mengatasi hal seperti itu, maka jam kerja perangkat harus diatur dengan jadwal
tertentu. Kapan suatu hubungan dimulai dan kapan pula suatu hubungan harus
dihentikan sementara. Pengaturan jam kerja pemancar dan penerima radio seperti
ini disebut sked (dari skedul –
schedule). Sked perhubungan antara satu stasiun dengan stasiun lainnya, diatur
sedemikian rupa, sehingga pemancar dan penerima dapat beristirahat secukupnya.
Misalnya antara jam 07.30 sampai 10.30 pagi, dan sorenya jam 14.00 sampai 15.00, dan seterusnya.
Sked
seperti yang kita contohkan dilakukan, mengingat tempat-tempat yang akan
dihubungi kebanyakan terpencil serta permintaan akan jasa telekomunikasi belum
begitu banyak, seperti halnya di kota-kota besar. Setiap stasiun pemancar dan
penerima harus mengetahui sked masing-masing stasiun yang ada, agar tidak
keliru. Karena itu biasanya untuk mengefektifkan waktu, pemancar/penerima yang
ada dipakai juga untuk hubungan ke beberapa kota lain secara bergantian.
Dengan
sistem transmisi radio HF yang memiliki kemampuan salur terbatas seperti ini,
jelas permintaan masyarakat akan jasa telekomunikasi sulit untuk dipenuhi
dengan cepat. Karena itu pada tempat-tempat tertentu, untuk hubungan intern
berbagai pihak (instansi, perusahaan-perusahaan swasta, dan sejenisnya)
disarankan agar mereka menyelenggarakan telekomunikasi untuk keperluan intern
mereka sendiri. Penyelenggaraan komunikasi untuk intern mereka seperti ini,
haruslah seizin Ditjen Postel. Contoh beberapa pemegang izin penyelenggaraan
telekomunikasi ini misalnya: Caltex, Pertamina, pengelola HPH dan sebagainya.
Kondisi ini pernah kita alami pada masa-masa sebelum tahun 1976-an.
b. Sistem Transmisi Radio VHF/UHF
Sistem
tradio VHF bekerja pada frekuensi 30-300 MHz dan untuk UHF dengan frekuensi
300-3000 MHz. Kedua sistem ini banyak digunakan untuk hubungan yang tidak
terlalu jauh., dan mampu menyalurkan 24-120 saluran (kanal) percakapan telepon
pada waktu yang bersamaan. Sedangkan sistem UHF dapat menyalurkan sampai 360
percakapan sekaligus.
Transmisi Radio VHF
Hubungan
antara dua tempat dengan sistem VHF/UHF tidaklah seperti pada sistem HF. Karena
sistem ini memerlukan letak kedua tempat itu line of sight (bisa saling bercermin). Artinya kedua tempat yang
dimaksud harus saling bisa melihat sesamanya, tanpa ada penghalang. Perambatan
gelombang radio VHF/UHF ini tidaklah dipantulkan oleh lapisan ionosfer, tetapi
tetap diteruskan.
Berhubung
sistem ini mempunyai kapasitas salur
(kanal) yang cukup besar, maka sistem VHF/UHF ini banyak digunakan sebagai
perangkat sirkit sewa (leased channel).
Jarak hubungan yang dapat dicapai oleh sistem ini antara 50 sampai 100 km untuk
satu hop.
Penggunaan secara umum, yaitu:
Sub bagian tertentu dari pita VHF memiliki penggunaan yang sama di seluruh
dunia. Beberapa negara menggunakan rincian seperti di bawah ini.
Contoh pemakaian transmisi radio VHF antara lain
adalah:
·
STKB, baik konvensional
maupun seluler.
·
STJJ, Sistem STJJ
merupakan sambungan telepon melalui radio sebagai media transmisinya. Sambungan
jenis ini biasanya digunakan untuk memenuhi permintaan calon pelanggan
telekomunikasi yang lokasinya sukar dicapai dengan saluran fisik. Umumnya
mereka berada di luar batas wilayah lokal.
·
Sistem Transmisi Radio
Pedesaan (rural). Sistem ini
menghubungkan para pelanggan yang berada di daerah terpencil dari sentral
telekomunikasi. Bagan sederhana hubungan radio rural terlihat di bawah:
·
Sistem Transmisi Radio
Remote. Sistem jenis ini digunakan untuk menghubungkan sentral-sentral di
daerah terpencil atau yang lalulintas telekomunikasinya masih terbatas. Banyak
digunakan untuk menghubungkan sentral induk dengan sentral cabang yang letaknya
masih dalam jangkauan frekuensi VHF.
Transmisi
Radio UHF
Sistem
transmisi radio UHF mempunyai kapasitas alur yang lebih besar dibandingkan VHF.
Di negara kita sistem ini misalnya dipakai untuk menghubungkan kota Surabaya
dengan Banjarmasin (Kalimantan) melalui jalur troposcatter (hambur tropo).
Disebut
troposcatter, karena pancaran
gelombangnya dipantulkan oleh lapisan troposfer (lapisan terbawah dari atmosfer
kita). Konfigurasi bagan transmisi UHF hampir sama dengan VHF, cuma jenis
antean yang digunakan adalah parabola. Jaringan hambur tropo ini menghubungkan
beberapa kota dipulau Jawa dengan Kalimantan. Dari Banjarmasin jalur hambur
tropo ini diteruskan dengan sistem gelombang mikro setempat.
Penggunaan:
UHF dan VHF
adalah pita frekuensi yang paling umum digunakan untuk transmisi sinyal televisi. Selain
untuk siaran televisi, pita UHF juga bisa digunakan untuk hal-hal lain, yaitu:
·
Telepon seluler yang mampu mengirim
dan menerima dalam spektrum UHF.
·
UHF banyak digunakan oleh
badan-badan pelayanan publik untuk komunikasi radio dua arah, biasanya
menggunakan modulasi frekuensi narrowband. Modem radionarrowband menggunakan
frekuensi UHF untuk komunikasi data jarak jauh misalnya untuk pengawasan dan
pengendalian jaringan distribusi tenaga listrik.
·
Siaran radio.
·
Global Positioning System.
·
Mendeteksi luahan parsial. Luahan
parsial terjadi karena geometri tajam diciptakan dalam peralatan berisolasi
tegangan tinggi. Keuntungan deteksi UHF adalah dapat digunakan untuk
melokalisasi sumber pembuangannya. Sedangkan kelemahannya adalah sangat
sensitif terhadap kebisingan eksternal. Metode pendeteksian UHF ini mulai
digunakan untuk transformator distribusi yang besar, terutama untuk Wi-Fi,
Bluetooth dan transfer energi nirkabel lainnya.
·
Beberapa identifikasi frekuensi
radio menggunakan UHF yang umumnya dikenal sebagai UHFID atau Ultra-HighFID (Ultra-High
Frequency Identification). Contoh sederhananya dan yang sering kita lihat
adalah alat bertenaga baterai kecil seperti yang digunakan untuk membuka pintu
mobil dari jarak jauh.
·
Semua frekuensi dalam pita UHF
digunakan untuk menembus radar, serta frekuensi pada pita VHF.
Umumnya, semakin rendah frekuensi, semakin besar kedalaman penetrasi sinyal
radar. Frekuensi 250 Mhz, 500 MHz dan 100 MHz biasanya digunakan untuk geofisika arkeologi, sedangkan
frekuensi di bawah 100 MHz digunakan untuk geofisika geologi dan
pertambangan.
c. Sistem Transmisi
Gelombang Mikro (SHF)
Permintaan
masyarakat terhadap jasa telekomunikasi semakin meningkat. Kebutuhan tersebut
tidak mungkin dapat ditampung oleh sistem transmisi radio HF, atau VHF/UHV
saja. Hal tersebut mendorong digunakannya sistem gelombang mikro (microwave). Gelombang mikro terjemahan
dari micro = kecil, wave = gelombang. Sehingga microwave berarti pelaksanaan hubungan
telekomunikasi dengan menggunakan media transmisi radio gelombang pendek.
Disebut pendek, karena memang panjang gelombangnya hanya dalam satuan
sentimeter saja.
Transmisi
gelombang mikro mempunyai daya jangkau yang pendek dibandingkan dengan sistem
HF. Oleh karena itu bila sistem ini digunakan untuk hubungan jarak jauh,
diperlukan banyak stasiun repeater
(pengulang). Pada umumnya setiap jarak 50 sampai 70 km dibangun stasiun
repeater yang berfungsi menerima sinyal, memperkuatnya dan kemudian
memancarkannya kembali dalam bentuk yang lebih kuat ke stasiun repeater
berikutnya.
Stasiun-stasiun
repeater inilah yang berperan untuk memperkuat sinyal percakapan secara
berulang-ulang (stasiun demi stasiun) sampai pada terminal akhir di kota
tujuan.
Jarak
antara stasiun terminal kirim dengan terminal terima atau tujuan kadang-kadang
beratus-ratus kilometer. Sehingga banyak diperlukan stasiun repeater. Contoh:
Terminal gelombang mikro Jakarta dengan terminal gelombang mikro Medan,
menyusuri hutan belantara Sumatera, jaraknya sekitar 2300 kilometer. Karena
jarak yang demikian jauh, makan antara kedua kota itu diperlukan bangunan repeater
sebanyak 56 buah.
Sistem
gelombang mikro termasuk sistem transmisi terresterial, karena sistem ini amat
terikat pada bumi. Rute stasiun-stasiunnya memang seolah-olah merangkak
dipermukaan bumi sepanjang jalur yang ditempuhnya dalam mengantarkan pesan
informasi yang dibawanya dari satu kota ke kota lainnya.
Pada
transmisi radio gelombang mikro pancaran gelombangnya tidak langsung seperti
pada sistem transmisi HF, tetapi singgah-singgah (estafet) pada beberapa buah
stasiun repeater. Stasiun ini berfungsi untuk memperkuat dan meneruskan sinyal informasi
terus menerus secara berulang-ulang stasiun demi stasiun. Oleh sebab itulah
mutu percakapan telepon melalui sistem transmisi gelombang mikro demikian
sangat andal, tak ubahnya seperti berbicara dengan lawan di sebelah ruangan
saja, padahal jaraknya sudah beribu-ribu kilometer.
2.5
Gelombang
Mikro Nusantara
Negara
kita terletak dipersimpangan jalan antara dua buah benua (Asia san Australia)
dan diantara dua samudera (Indonesia dan Pasifik). Indonesia terdiri dari
13.667 buah pulau besar dan kecil, yang jaraknya mencapai ribuan kilometer.
Untuk melayani kebutuhan jasa telekomunikasi diperlukan jaringan transmisi yang
dapat diandalkan. Untuk itulah di negara kita terdapat tiga gugus sistem
transmisi gelombang mikro yang menghubungkan pulau-pulau besar Sumatera, Jawa,
Sulawesi dan Kalimantan secara sambung bersambung.
MICROWAVE TRANS SUMATERA
|
BESAR FREKUENSI
|
MICROWAVE JAWA-BALI
|
MICROWAVE INDONESIA TIMUR
|
Gambar 2.5.1 Sub-sub sistem GM Nusantara
Jaringan gelombang mikro yang
menghubungkan pulau-pulau besar tersebut disebut Sistem Gelombang Mikro
Nusantara. Ia meliputi:
a.
Gelombang mikro Trans
Sumatera;
b.
Gelombang mikro
Jawa-Bali;
c.
Gelombang mikro
Indonesia Bagian Timur.
Dengan adanya
sistem gelombang mikro Nusantara ini maka jaringan telekomunikasi telah dapat
memperpendek jarak antara tempat-tempat di Nusantara ini. Dengan adanya
jaringan telekomunikasi demikian, memungkinkan pula dilakukannya percakapan
telepon secara langsung otomatis atau SLJJ.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Media
transmisi non fisik adalah media yang menhubungkan antara pengirim dan penerima
informasi (data ) menggunakan gelombang yang dikirimkan sebagai medianya,
karena jarak yang jauh, maka data terlebih dahulu diubah menjadi kode/isyarat,
dan isyarat inilah yang akan dimanipulasi dengan berbagai macam cara untuk
diubah kembali menjadi data.
Salah
satu media transmisi non fisik adalah gelombang radio terresterial. Pemakaian gelombang radio sebagi media
transmisi biasanya ditentukan berdasarkan panjang gelombang. Di dalam media
transmisi terresterial terdapat jenis frekuensi radio antara lain
MF,HF,VHF,UHF,SHF,dan EHF. Adapun ciri-ciri dari transmisi terresterial yaitu
tidak mengikuti lenturan permukaan bumi(garis-pandangan) dan unidirectional.
3.2
Kritik
dan saran
Menyadari bahwa penulis
masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan lebih
details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang
lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat
berguna bagi kami.
Langganan:
Postingan (Atom)